Mahasiswa PPKn Universitas Negeri Semarang

Tuesday, November 8, 2016

PADEPOKAN KARAKTER SEBAGAI SARANA DALAM MENGOBATI FENOMENA KEBOBROKAN KARAKTER GENERASI MUDA







PADEPOKAN KARAKTER SEBAGAI SARANA DALAM MENGOBATI FENOMENA KEBOBROKAN KARAKTER GENERASI MUDA
Oleh : Ibnu Fazrur Rahman

Fenomena Kebobrokan Karakter         
         Bercanda berlebihan memang berakibat fatal sekali. Bahkan persahabatan dan persaudaraan bisa menjadi permusuhan. Dalam budaya tradisi pun bercanda harus secara sehat dan tidak menimbulkan kebencian. Itu mungkin yang saat ini sedang dialami oleh Surkianih atau yang lebih dikenal sebagai Zaskia gotik. Zaskia yang saat itu sedang mengisi di suatu acara musik salah satu stasiun televisi swasta mengatakan bahwa lambang sila kelima dari Pancasila adalah “bebek nungging”. Memang walaupun hal tersebut merupakan bagian dari lawakan yang bertujuan untuk memancing tawa penonton, namun sepatutnya hal tersebut tidaklah dilakukan, karena dalam bercanda pun ada batasnya. Apalagi ketika menghina lambang negara Republik Indonesia, ketika seseorang menghina atau melecehkan lambang negara berarti dia telah menghina seluruh rakyat Indonesia yang merasa memiliki lambang negara itu serta dia juga tidak pula menghargai jasa para pahlawan yang dengan susah payah untuk membuat negara Indonesia merdeka dan telah memikirkan dan merancang lambang negara itu sendiri.
          Nasi sudahlah menjadi bubur, Neng (sapaan Zaskia) telah meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun sial bagi Zaskia, karena Indonesia adalah negara hukum. Lelucon Zaskia yang telah menghina Lambang Negara dan Ideologi Negara tidak bisa terlepas dari jeratan hukum. Karena ini semua telah diatur dalam UU No. 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan, pasal 24, pasal 56 dan pasal 68,”. Penghinaan atau merendahkan Lambang Negara akan dikenakan sanksi dan pidana, seperti tertulis dalam pasal 68 yang akan dipidana paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Kecerobohan yang dilakukan Zaskia ini tentunya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar lebih bijak dan berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata apalagi berkaitan dengan hal yang sensitif seperti Lambang negara.
         Serupa tapi tak sama, di media sosial kita juga banyak menjumpai sekumpulan abg alay yang berfoto dengan pose menghina para pahlawan. Tentunya hal ini juga sangatlah disayangkan, mereka dengan tampang tanpa rasa salah menghina pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini. Bukan tidak mungkin tanpa perjuangan para pahlawan tersebut, bangsa Indonesia sampai saat ini belum bisa terlepas dari belenggu penjajahan dan merasakan nikmatnya kemerdekaan. Oleh karena itulah kita seharusnya menghargai jasa-jasa para pahlawan tersebut, bukan malah menghina dengan tindakan-tindakan konyol seperti yang dilakukan sekumpulan abg tersebut.
         Pancasila kehilangan roh sejatinya, apalagi ditunjang oleh arus teknologi dan informasi yang terbuka, vulgar tanpa batas, dan tak terkendali. Perkembangan teknologi membuat segala informasi menjadi jauh lebih mudah diakses, baik yang positif maupun yang negatif. Fenomena kebobrokan karakter yang terjadi dan tersebar di media sosial dikhawatirkan malah berdampak buruk bagi generasi muda lainnya khususnya mahasiswa, mereka bisa saja mencontoh perilaku yang dilakukan oleh Zaskia atau para abg alay.
Padepokan Karakter sebagai Sarana Penguatan Karakter
        Mengacu kepada permasalahan kebobrokan karakter yang terjadi, maka perlu ada cara lain agar penguatan karakter pada generasi muda khususnya mahasiswa bisa tercapai. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pengadaan wadah yang dapat dijadikan ajang mendiskusikan, mengkaji, menerapkan model pembangunan bangsa dan pembangunan karakter. Wadah yang dimaksud adalah Padepokan Karakter.
         Padepokan Karakter adalah tempat dimana para mahasiswa “ndepok” (duduk/bersila) untuk menimba ilmu dan berlatih penguatan karakter bersama seorang dosen, baik secara klasikal, kelompok maupun individual melalui sarana pembelajaran yang tersedia pada padepokan. Ada lima fungsi padepokan karakter. Pertama, sebagai pusat  informasi, pendidikan, penyajian, dan promosi berbagai hal yang menyangkut tujuan padepokan karakter. Kedua, pusat berbagai kegiatan yang berhubungan dengan upaya pelestarian, pengembangan, penyebaran, dan peningkatan tindakan karakter dan nilai-nilai Unnes sebagai Universitas Konservasi. Ketiga, sarana memperkukuh persatuan dan kesatuan sivitas akademika Unnes dan masyarakat sesuai dengan tujuan padepokan. Keempat, sarana mempererat persahabatan antar eksponen masyarakat padepokan sesuai dengan visi dam misi padepokan. Kelima, sarana memasyarakatkan nilai-nilai karakter sesuai dengan etika padepokan karakter (Maman, 2014).
       Ruang lingkup pembangunan bangsa dan karakter yang  dikembangkan atau dibangun mencakup karakter religius, kejujuran, bertanggung jawab, disiplin, demokratis, berpikir logis-kritis-kreatif dan inovatif, kepedulian, suka menolong, nasionalisme, kepatuhan terhadap aturan sosial, dan percaya diri (Megawangi, 2004).
       Slogan awal dekade Kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah Nation and Character Building (Pembangunan Bangsa dan Pembangunan Karakter) berdasar Pancasila. Dengan demikian, Pancasila diidealkan menjadi basis bagi pembangunan bangsa dan negara yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur, Pancasila menjadi acuan bagi upaya pencerdasan kehidupan bangsa yang berkarakter, Pancasila mengandung makna ideologi yang memuat cita-cita dan tujuan NKRI, Pancasila merupakan keseluruhan pandangan, cita-cita, maupun keyakinan dan nilai-nilai bangsa Indonesia. Oleh karena itu, menjadi keniscayaan bahwa penguatan karakter berdasar Pancasila perlu diwujudkan dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara (Maman, 2000).

Daftar Pustaka
Megawangi, R. 2004. Pendidikan Karakter (Solusi Yang Tepat Untuk Membangun 
       Karakter Bangsa). Jakarta: Indonesia Heritage Foundation.
Rachman, Maman. 2000. “Reposisi, Reevaluasi, dan Redefinisi Pendidikan Nilai bagi
       Generasi Muda Bangsa”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Tahun Ke-7
       Nomor 028.
Undang-Undang No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
        Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Rachman, Maman, 2014. Padepokan Karakter Lokus Pembangun Karakter.
       Semarang : Unnes Press. Diakses pada tanggal 23 Mei 2016 pada pukul 11.30 WIB
       dari http://blog.unnes.ac.id/mama/wp-content/uploads/sites/2353/2015/12/ISi 
       Padepokan-Karakter-FINAL-24-Juni14.pdf.
Read More

IRONI AHOK





“Setiap orang berbicara tentang takdir, tetapi tak seorang pun yang bisa berbuat terhadapnya.” Atau menurut ungkapan Mark Twain : setiap orang tahu politik tetapi tak seorang pun yang memahaminya”. Barangkali ada benarnya juga ungkapan di atas. Setiap orang mengenal apa itu politik walaupun hanya sebatas tahu, tapi tidak semua orang paham apa itu politik dan apa saja yang termasuk dalam politik. Kebanyakan orang memandang politik adalah sesuatu yang kotor dan kejam. Namun terkadang ungkapan ini ada benarnya juga, politik memanglah kejam, dalam politik untuk memperoleh kekuasaan dapat dilakukan dengan menghalalkan segala cara.
          Pada saat melakukan kunjungan kerja di Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, pada tanggal 27 September lalu, Basuki Tjahaja Purnama atau lebih dikenal dengan Ahok, menjelaskan tentang program-program pemerintah. Namun dalam sambutannya, Ahok menyinggung sebuah ayat Al-Quran. Adapun kutipan pernyataan Ahok ialah sebagai berikut: ”Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja dalam hati kecil bapak ibu enggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai surat al Maidah 51, macem-macem itu. Itu hak bapak ibu, jadi bapak ibu perasaan enggak bisa pilih nih karena saya takut masuk neraka, dibodohin gitu ya.” Sontak akibat pernyataan tersebut, banyak menimbulkan tanggapan dan sentimen negatif dari banyak pihak, terutama dari kalangan umat muslim di Indonesia. Sebagaimana yang disampaikan KH Abdullah Gymnastiar (Aa Gym) "Statemen saudara Ahok terhadap Al-Quran tidak pada tempatnya dan dengan cara yang tidak pada tempatnya. Ini telah melampaui batas dan termasuk perbuatan tercela, sehingga akan menimbulkan konsekuensi dari pernyataan tersebut".
            Ahok memang dikenal sebagai pribadi yang mudah marah dan sering lepas kontrol. Sikap ini yang seringkali menjadi bumerang bagi dirinya. Seakan-akan Ahok lupa bahwa politik itu kejam dan menghalalkan segala cara, Ahok dapat dengan mudah “diserang” oleh  lawan-lawan politiknya yang memanfaatkan sikapnya tersebut. Sebenarnya banyak pihak yang menyayangkan dan mencoba mengingatkan akan sikap yang dimiliki Ahok ini. Salah satunya ialah Ust. Arifin Ilham, “Bahasa bapak sangat kasar, dan itu bahasa orang orang yang tidak cerdas dan terdidik. Menjadi contoh buruk bagi generasi bangsa mulia ini. Sungguh seorang yang gampang marah menunjukkan dhoful aqli wa quwwatul hawa, lemahnya akal dan kuatnya nafsu. Sungguh sikap bapak sangat membahayakan persatuan dan kedamaian bangsa beradab ini, bapak sudah menjadi provokator kerusuhan, membuat preseden sangat buruk bagi generasi bangsa ini. Semua sudut dan media mulai semakin menyadari alangkah bahaya sikap arogansi bapak yang intolerensi ini” Ungkapnya. Memang benar apa yang dikatakan Ust. Arifin Ilham tersebut, sikap Arogansi Ahok yang entah disadari atau tidak olehnya bisa menimbulkan perpecahan bangsa, sebagai buktinya pada kasus yang sedang hangat akhir-akhir ini dimana Ahok diduga telah melakukan perbuatan penistaan agama. Jika Ahok tidak segera merubah atau setidaknya mengurangi sikap arogansinya, bukan tidak mungkin kehancuranlah yang akan ditemuinya, bangsa ini akan semakin menyudutkan dan menyerangnya atas sikapnya itu.
           Nasi sudahlah menjadi bubur, Ahok telah meminta maaf dan menyesali perbuatannya. Namun sial bagi Ahok, karena Indonesia adalah negara hukum. Ungkapan Ahok yang telah menghina ayat suci Al-Quran berpotensi terkena jeratan hukum yang juga akan menghambatnya untuk maju pada Pilkada DKI Jakarta tahun depan. Karena ini semua telah diatur dalam pasal 156a KUHP tentang penodaan agama. Sebagaimana dimaksud Pasal 156a KUHP : "Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau perbuatan: a.Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia." Kecerobohan yang dilakukan Ahok ini tentunya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua agar lebih bijak dan berhati-hati dalam bertindak dan bertutur kata apalagi berkaitan dengan hal yang sensitif seperti Agama.

Read More
Powered by Blogger.

Popular Posts

Follow By Email