Mahasiswa PPKn Universitas Negeri Semarang

Tuesday, November 8, 2016

PENGARUH SARAPAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK





PENGARUH SARAPAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
Oleh
Ibnu Fazrur Rahman
Jurusan Politik dan Kewarganegaraan, FIS
Universitas Negeri Semarang

ABSTRAK
            Anak usia sekolah merupakan masa pertumbuhan sebagai modal dasar dan aset yang sangat berharga bagi pembangunan bangsa di masa depan, sehingga anak tersebut masih sangatmembutuhkan zat-zat gizi seperti energi, protein dan zat-zat gizi lainnya. Permasalahan  dalam artikel ini adalah “apakah manfaat pemberian sarapan bagi peserta didik dan bagaimana pengaruh pemberian sarapan terhadap prestasi belajar peserta didik ?”Asupan gizi pada pagi hari mempengaruhi kemampuan konsentrasi belajar. Anak yang memiliki  asupan gizi yang baik  maka sebagian  besar kemampuan berkonsentrasi berkonsentrasi  yang dimilki tinggi, sedangkan siswa yang memiliki asupan gizi yang cukup, maka  sebagian  besa  kemampuan  berkonsentrasi  anak sedang, dan apabila anak memiliki asupan gizi kurang maka kemampuan konsentrasi yang dicapai juga rendah. Melewatkan  sarapan akan  menyebabkan tubuh  kekurangan  glukosa  dan  hal  ini menyebabkan  tubuh  lemah  dan  kurang konsentrasi  karena  tidak  adanya  suplai  energi. Keadaan  tubuh  yang  tidak  siap saat menerima pelajaran maka kemampuan siswa untuk memahami seluruh  materi  yang disajikan akan menurun juga dan sebagai dampak dari semua itu adalah menurunnya  prestasi belajar siswa. Dengan demikian pemberian sarapan sangat mempengaruhi konsentrasi belajar anak, sedangkan konsentrasi anak dalam belajar juga berpengaruh pada hasil belajar yang didapatkan anak.
Kata Kunci : Sarapan, Gizi, Prestasi Belajar

PENDAHULUAN
            Setiap orang tua tentu mendambakan anak yang sehat, cerdas, kuat, dan berprestasi, menurut para pakar laju tumbuh kembang dan tingkat intelegensi seorang anak sebagian besar dipengaruhi oleh asupan gizi. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia, diantaranya kualitas kecerdasan anak (Waluyo, 2010:2).
            Pola asupan makanan pada anak telah menjadi hal yang mendapat perhatian khusus karena pola konsumsi anak menentukan kebiasaan makan saat dewasa. Dalam hal ini, kebiasaan sarapan banyak mendapat perhatian pada masa anak dan remaja. Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa peniadaan atau konsumsi sarapan yang tidak memadai dapat menjadi faktor yang berpengaruh pada ketidakcukupan gizi karena kehilangan nutrisi yang ditimbulkannya jarang dapat dipenuhi oleh konsumsi makanan di waktu lain. Sarapan bahkan telah dianggap oleh berbagai kelompok masyarakat sebagai waktu makan paling penting dalam sehari.
            Kebanyakan orang tua maupun edukator cenderung menganggap sarapan sebagai prasyarat keberhasilan proses belajar. Penelitian yang ada telah memberikan fakta bahwa sarapan memang memiliki dampak yang positif baik terhadap kewaspadaan, kemampuan kognitif, kualitas belajar maupun performa akademik. Sarapan juga memberikan dampak positif pada status nutrisi. Beberapa peneliti melaporkan bahwa pola sarapan yang tidak teratur berkaitan erat dengan kejadian berat badan lebih, obesitas, serta pola  perilaku yang tidak  sehat. Meskipun banyak penelitian dalam kurun waktu lebih dari lim apuluh tahun telah menunjukkan berbagai manfaat sarapan, namun studi observasional di banyak tempat menemukan adanya kecenderungan perilaku meniadakan sarapan di kalangan anak dan remaja. Padahal, pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya antara  lain kebiasaan sarapan.
            Prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa dalam usaha belajar yang  telah  dilakukan. Prestasi belajar biasanya dinyatakan dalam bentuk nilai atau indeks prestasi dari hasil pengukuran prestasi belajar siswa (Widyastuti, dkk, 2008). Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor internal meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Faktor eksternal meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Faktor pendekatan belajar meliputi strategi dan metode pembelajaran. Faktor asupan zat gizi dan status gizi termasuk dalam aspek fisiologi (Syah, 2010).
            Prestasi belajar merupakan gambaran keberhasilan murid dalam belajar. Faktor kesehatan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak terkait dengan tingkat konsumsi pangan dan pola makan anak yang dapat mempengaruhi kecukupan zat gizinya. (Almatsier, 2009). Pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya antara lain kebiasaan sarapan. Sarapan dengan gizi seimbang, sangat penting dalam hal pemenuhan kebutuhan energi anak sebelum melakukan aktivitasnya di sekolah. (Sintha, 2001). 
            Kekurangan gizi pada anak dan remaja akan berdampak pada aktifitas siswa di sekolah seperti lesu, mudah letih, lelah, terhambatnya pertumbuhan, kurang gizi pada masa dewasa dan menurunya prestasi belajar di sekolah (Elnovriza, 2008). Status gizi dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan dan kemampuan siswa dalam menangkap pelajaran di sekolah. Rendahnya status gizi anak akan membawa dampak negatif pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Belum sepenuhnya konklusif, namun diyakini bahwa kurang gizi kronis berhubungan erat dengan pencapaian akademik murid sekolah yang semakin rendah. Anak-anak yang pendek karena kurang gizi ternyata lebih banyak yang terlambat masuk sekolah, lebih sering absen, dan tidak naik kelas (Khomsan, 2012).
            Banyak penelitian menunjukan bahwa status gizi anak sekolah yang baik akan menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasannya yang baik pula. Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang buruk, mudah  terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang sehingga prestasi anak di sekolah  juga kurang (Devi, 2012). Status gizi seorang anak yang kurang baik biasanya juga  disebabkan oleh karakter dan kebiasaan makan anak. Konsumsi makanan salah satunya  didapatkan dari asupan gizi di pagi hari atau sarapan. Begitu pentingnya  sarapan bagi seseorang, apabila tidak sarapan akan menyebabkan tubuh lemah dan kurang berkonsentrasi karena tidak ada suplai energi. Begitu pula untuk anak usia sekolah yang sangat memerlukan asupan gizi pada pagi hari, dengan demikian anak mampu berkonsentrasi  pada saat proses pembelajaran.
            Faktor penyebab dari anak kesulitan belajar salah satunya yaitu anak merasa lapar. Rasa lapar sangat mempengaruhi konsentrasi anak saat belajar di dalam kelas. Anak yang lapar kurang mampu berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran berlangsung, hal tersebut dikarenakan anak cenderung menginginkan proses belajar mengajar cepat selesai, dan ingin segera istirahat. Berbeda dengan anak yang sudah sarapan. Anak yang sudah sarapan cenderung lebih tenang dan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, hal tersebut dikarenakan energi yang dimiliki anak cukup untuk menunjang proses pembelajaran, yang mana energi tersebut diperoleh dari sarapan. Dengan demikian pemberian sarapan sangat mempengaruhi konsentrasi belajar anak, sedangkan konsentrasi anak dalam belajar juga berpengaruh pada hasil belajar yang didapatkan anak.
DISKUSI
            Pendidikan dan kesehatan dua hal yang saling berhubungan. Tingkat Pendidikan  dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang melalui perubahan pengetahuannya.  Pendidikan yang rendah juga merupakan salah satu penyebab rendahnya derajat kesehatan  masyarakat, serta menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia (Surya, 2003).
            Anak sekolah atau peserta didik perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh  karena  berada  pada masa  pertumbuhan  yang  cepat dan aktif.  Data Riskesdas  tahun  2010,  sekitar  70%  anak  sekolah  kurang  mendapat asumsi energi yang dibutuhkan. Anak  sekolah  juga  mengkonsumsi protein  kurang  dari  yang  dibutuhkan. Persentase  kurang  protein  kira-kira  80%. Asupan  gizi  yang  kurang  mengakibatkan penyerapan  ilmu  selama  sekolah  tidak maksimal.  susah  konsentrasi, cenderung  malas, sering  menguap,  dan  tidak  kreatif  mencari pemecahan masalah (Sediaoetama, 2006). Anak sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan stamina  yang  selalu fit  tersebut  maka  mereka akan  memperoleh  prestasi  belajar  yang  baik. Untuk  mewujudkan  tujuan  tersebut  diperlukan usaha  untuk  mencukupi kebutuhan pangan dan gizi yang seimbang  dan berkualitas yaitu dengan pengaturan makanan yang baik salah satunya adalah membiasakan anak untuk sarapan sebelum mengikuti aktifitasnya pada pagi hari (Sintha, 2001).
            Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari  kebiasaan  makan  pagi.  Pertama,  sarapan dapat  menyediakan  karbohidrat  yang  siap digunakan  untuk  meningkatkan  kadar  gula darah.  Kadar  gula  darah  yang  terjamin  normal, maka  gairah  dan  konsentrasi  belajar  bisa  lebih baik  sehingga  berdampak  positif  untuk meningkatkan  produktifitas  dalam  hal  ini adalah  prestasi  belajar.  Kedua,  pada  dasarnya makan  pagi  akan  memberikan  kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh  seperti  protein,  lemak,  vitamin  dan mineral. Ketersediaan  zat  gizi  ini  bermanfaat untuk  berfungsinya  proses  fisiologis  tubuh. Melewatkan  makan  pagi  akan  menyebabkan tubuh  kekurangan  glukosa  dan  hal  ini menyebabkan  tubuh  lemah  dan  kurang konsentrasi  karena  tidak  adanya  suplai  energi. Keadaan  tubuh  yang  tidak  siap  saat  menerima pelajaran  maka  kemampuan  siswa  untuk memahami  seluruh  materi  yang  disajikan  akan menurun juga  dan  sebagai  dampak  dari  semua itu  adalah  menurunnya  prestasi  belajar  siswa (Sintha, 2001).
            Menurut  para  ahli  gizi,  sedikitnya  20-30%  total  zat  gizi  tubuh  harus  di  penuhi  saat sarapan. Karena  itu,  sebaiknya  anak-anak dibujuk  untuk  membiasakan  diri  untuk  sarapan. Penelitian  tersebut  menunjukkan,  bahwa makan  pagi  bukanlah  sekedar  untuk mengenyangkan  perut  selama  belajar  di sekolah,  tetapi  lebih  dari  yaitu  agar  anak-anak dapat  berkonsentrasi  dengan  baik  agar mendukung  prestasi  belajarnya. 
            Sarapan berpengaruh  terhadap  kecerdasan  otak, terutama  daya  ingat  peserta didik.  Kebiasaan  sarapan  ini  sangat  perlu  untuk  dilakukan.  Tidak adanya  rasa  lapar  yang  siswa  miliki  ini  akan membuat  siswa  lebih  fokus  terhadap  materi yang  diberikan  oleh  guru-guru,  dapat  memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pelajaran.  Lebih  lanjut  siswa  juga  memiliki nilai  yang  baik  ketika  ujian  karena  melakukan aktifitas  sarapan  pagi  setiap  harinya.
            Kekurangan  energi  yang  berasal  dari makanan  menyebabkan  seseorang  kekurangan tenaga  untuk  bergerak,  bekerja  dan  melakukan aktivitas,  orang  menjadi  malas,  merasa  lemah, produktivitas  kerja  dan  prestasi  belajar menurun.  Kurang  gizi  pada  usia  muda  dapat berpengaruh  terhadap  perkembangan  mental, dengan demikian kemampuan berpikir menurun (Almatsier, 2009).
            Banyaknya peserta didik yang memiliki tingkat asupan  energi  yang  kurang  dapat  disebabkan oleh  berbagai  hal  seperti  pengetahuan  gizi orang  tua  mereka  yang  rendah,  sehingga  orang tua terkadang memberikan makanan yang salah terhadap  anaknya.  Selain  itu  faktor  ekonomi dan  ketersediaan  bahan  pangan  di  dalam keluarga  juga  dapat  menyebabkan  hal  ini. Menurut Riyadi  (2006),  dengan  kekurangan  gizi  anak dapat  mengalami  keterlambatan  dalam pertumbuhan  fisik  dan  perkembangan  motorik, juga  akan  mengganggu  perkembangan  kognitif yang  menyebabkan  berkurangnya  IQ (intelligence quotient)  hingga 15 poin.
            Berdasarkan jawaban peserta didik yang  tidak terbiasa  makan  pagi  mengatakan  bahwa  pada umumnya  mereka  tidak makan sebelum berangkat ke sekolah disebabkan karena mereka sering  terlambat  bangun  pagi,  sehingga  tidak sempat  sarapan  karena  takut  terlambat  ke sekolah.  Selain  itu,  ada  juga  siswa  yang  tidak makan  disebabkan  oleh  ibunya  yang  memang tidak  menyiapkan  makanan  di  pagi  hari  yang disebabkan  oleh  kebiasaan  keluarga  tersebut yang memang tidak biasa sarapan. Ada juga ibu  dari  siswa  yang  telah  menyiapkan  sarapan,  tetapi siswanya  sendiri  yang  malas  atau tidak  suka  makan  pagi.  Beberapa  siswa  juga yang  tidak  melakukan  aktifitas  makan  pagi tetap  tidak  diberikan  uang  untuk  jajan  di sekolah  karena  alasan  ekonomi,  orang  tua mereka  tidak  memiliki  tambahan  uang  untuk memberikan uang jajan pada anaknya. 
            Siswa  yang  tidak  makan  pagi  justru lebih  sering  mengkonsumsi  jajanan  yang bersifat  manis  seperti  permen,  coklat  dan  lain-lain.  Hal  ini  membuat  siswa  dapat  menunda lapar  untuk  sementara  dan  bahkan  dapat menjadi  alasan  untuk  menunda  jadwal  makan berikutnya  (makan  siang).  Akibatnya  anak justru menjadi lebih mudah loyo. Kondisi yang tidak optimal menyebabkan anak menjadi malas untuk  memperhatikan  pelajaran  yang  diberikan oleh guru mereka (Sintha, 2001).
            Adapun  konsep  makan  pagi  yang mengacu  pada  gizi  seimbang  dapat  dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai berikut:
a. Sumber karbohidrat seperti nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong dan ubi.
b. Sumber protein yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau, dan lain-lain.
c. Sumber  vitamin  dan  mineral  yaitu  dari sayuran  seperti  wortel,  bayam,  kangkung, labu  siam,  buncis,  buah-buahan  misalnya pepaya,  jambu  biji,  air  jeruk,  melon, alpukat, dan lain-lain. (Depkes RI, 2001).
            Status gizi yang baik terjadi bila tubuh  memperoleh  cukup  zat-zat  gizi  yang digunakan  secara  efisien,  sehingga memungkinkan  pertumbuhan  fisik, perkembangan  otak,  kemampuan  kerja  dan kesehatan  pada  tingkat  tinggi.  Gizi  erat kaitannya  dengan  kesehatan  tubuh,  yaitu menyediakan  energi,  membangun,  dan memelihara  jaringan  tubuh,  serta  mengatur proses-proses  kehidupan  dalam  tubuh  (Sunita Almatsier,  2006).  Menu seimbang atau pola 4 sehat 5 sempurna terdiri dari makanan pokok yang memberi rasa kenyang dan sebagai sumber energi, lauk sebagai pemberi rasa nikmat  dan sumber  protein  bagi  tubuh, sayuran  untuk memberi  rasa  segar  dan  melancarkan  proses menelan  makanan,  sayur  sebagai  sumber mineral  dan  vitamin,  buah  sebagai  pencuci mulut  dengan  memiliki  kandungan  vitamin  dan mineral;  dan  susu  sebagai  penutup  dengan kandungan protein hewani  yang bernilai biologi tinggi dan zat-zat gizi esensial lain dalam bentuk yang  mudah  dicerna  dan  diserap  tubuh  (Sunita Almatsier, 2006).  Terpenuhinya  gizi  yang  baik, memungkinkan  seseorang  memiliki  derajat status  gizi  yang  baik,  secara  langsung  dapat menunjang faktor internal yang mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.
KESIMPULAN
            Pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya antara lain kebiasaan sarapan. Sarapan dengan gizi seimbang, sangat penting dalam hal pemenuhan  kebutuhan  energi  anak  sebelum melakukan  aktivitasnya  di  sekolah.
            Begitu pentingnya  sarapan  bagi  seseorang, apabila tidak sarapan akan menyebabkan tubuh  lemah  dan  kurang  berkonsentrasi  karena  tidak  ada  suplai  energi.  Begitu  pula untuk peserta didik yang sangat memerlukan asupan gizi di pagi hari, dengan demikian  peserta didik  mampu  berkonsentrasi  pada  saat  proses  pembelajaran. 
            Faktor penyebab dari anak kesulitan belajar salah satunya yaitu anak merasa lapar. Rasa lapar sangat mempengaruhi konsentrasi anak saat belajar di dalam kelas. Anak yang lapar kurang mampu berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran berlangsung, hal tersebut dikarenakan anak cenderung menginginkan proses belajar mengajar cepat selesai, dan ingin segera istirahat. Berbeda dengan anak yang sudah sarapan. Anak yang sudah sarapan cenderung lebih tenang dan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, hal tersebut dikarenakan energi yang dimiliki anak cukup untuk menunjang proses pembelajaran, yang mana energi tersebut diperoleh dari sarapan.
            Kekurangan  energi  yang  berasal  dari makanan  menyebabkan  seseorang  kekurangan tenaga  untuk  bergerak,  bekerja  dan  melakukan aktivitas,  orang  menjadi  malas,  merasa  lemah, produktivitas  kerja  dan  prestasi  belajar menurun. Melewatkan  sarapan akan  menyebabkan tubuh  kekurangan  glukosa  dan  hal  ini menyebabkan  tubuh  lemah  dan  kurang konsentrasi  karena  tidak  adanya  suplai  energi. Keadaan  tubuh  yang  tidak  siap  saat  menerima pelajaran  maka  kemampuan  siswa  untuk memahami  seluruh  materi  yang  disajikan  akan menurun juga  dan  sebagai  dampak  dari  semua itu  adalah  menurunnya  prestasi  belajar  siswa.
            Anak sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap harinya. Dengan stamina  yang  selalu fit  tersebut  maka  mereka akan  memperoleh  prestasi  belajar  yang  baik. Untuk  mewujudkan  tujuan  tersebut  diperlukan usaha  untuk  mencukupi  kebutuhan  pangan  dan gizi  yang  seimbang  dan  berkualitas  yaitu dengan  pengaturan  makanan  yang  baik  salah satunya adalah membiasakan anak untuk sarapan sebelum mengikuti aktifitasnya  pada  pagi hari.
DAFTAR RUJUKAN
Almatsier, Sunita. 2006.  Prinsip  Dasar  ilmu  gizi. Jakarata : Gramedia Pustaka
       Utama.
Almatsier,  Sunita. 2009. Prinsip  Dasar  Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.
Devi,  N. 2012. Gizi  Anak  Sekolah. Jakarta : Kompas.
Elnovriza,  Deni,  Rina dkk. 2008. Faktor-Faktor  Yang Berhubungan  Dengan
       Tingkat     Asupan  Gizi Mahasiswa  Universitas Andalas  Yang  Bedomisili  Di
       Asrama    Mahasiswa.  Riset. UNAND.
Khomsan, A. 2012. Ekologi  Masalah  Gizi, Pangan,  dan  Kemiskinan. Bandung  :
       Alfabeta.
Muhibbin,  Syah.  2010. Psikologi Pendidikan  dengan Pendekatan  Baru.  Bandung :
       PT. Remaja Rosdakarya.
Riyadi. 2006. Materi  Pokok  Gizi  dan Kesehatan  Keluarga.  Jakarta : Universitas
       Terbuka.
Sediaoetama. 2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan  Mahasiswa.  Jakarta :  Dian Rakyat.
Sintha,  R.  2001. Sehat  Pangkal  Cerdas. Kompas. Jakarta.
Surya,  M.  2003. Psikologi  Pembelajaran dan  Pengajaran.  Cetakan  3. Bandung :
       Yayasan Bhakti Winaya.
Waluyo, Kusno. 2010. Memahami Gizi untuk Bayi dan Anak. Bandung : Puri Delco.
Widyastuti  dan  Kuswardani.  2008. Hubungan  Antara  Harga  Diri Dan  Prestasi 
       Belajar Fisika Pada  Siswa  STM. Psikohumanika,  1(1),  22-29. Surakarta: 
       Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi.

0 comments:

Post a Comment

Powered by Blogger.

Popular Posts

Follow By Email