PENGARUH
SARAPAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
Oleh
Ibnu Fazrur
Rahman
Jurusan
Politik dan Kewarganegaraan, FIS
Universitas
Negeri Semarang
ABSTRAK
Anak usia sekolah merupakan masa pertumbuhan sebagai modal dasar dan aset yang
sangat berharga bagi pembangunan bangsa di masa depan, sehingga anak tersebut
masih sangatmembutuhkan zat-zat gizi seperti energi, protein dan zat-zat gizi
lainnya. Permasalahan dalam artikel ini adalah “apakah manfaat pemberian
sarapan bagi peserta didik dan bagaimana pengaruh pemberian sarapan terhadap
prestasi belajar peserta didik ?”Asupan gizi pada pagi hari mempengaruhi
kemampuan konsentrasi belajar. Anak yang memiliki asupan gizi yang
baik maka sebagian besar kemampuan berkonsentrasi
berkonsentrasi yang dimilki tinggi, sedangkan siswa yang memiliki asupan
gizi yang cukup, maka sebagian besa kemampuan berkonsentrasi
anak sedang, dan apabila anak memiliki asupan gizi kurang maka kemampuan
konsentrasi yang dicapai juga rendah. Melewatkan sarapan akan
menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan hal ini
menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi
karena tidak adanya suplai energi. Keadaan
tubuh yang tidak siap saat menerima pelajaran maka kemampuan
siswa untuk memahami seluruh materi yang disajikan akan menurun
juga dan sebagai dampak dari semua itu adalah menurunnya prestasi belajar
siswa. Dengan demikian pemberian sarapan sangat mempengaruhi konsentrasi
belajar anak, sedangkan konsentrasi anak dalam belajar juga berpengaruh pada
hasil belajar yang didapatkan anak.
Kata Kunci :
Sarapan, Gizi, Prestasi Belajar
PENDAHULUAN
Setiap orang tua tentu mendambakan anak yang sehat, cerdas, kuat, dan
berprestasi, menurut para pakar laju tumbuh kembang dan tingkat intelegensi
seorang anak sebagian besar dipengaruhi oleh asupan gizi. Gizi merupakan salah
satu penentu kualitas sumber daya manusia, diantaranya kualitas kecerdasan anak
(Waluyo, 2010:2).
Pola asupan makanan pada anak telah menjadi hal yang mendapat perhatian khusus
karena pola konsumsi anak menentukan kebiasaan makan saat dewasa. Dalam hal
ini, kebiasaan sarapan banyak mendapat perhatian pada masa anak dan remaja.
Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa peniadaan atau konsumsi sarapan
yang tidak memadai dapat menjadi faktor yang berpengaruh pada ketidakcukupan
gizi karena kehilangan nutrisi yang ditimbulkannya jarang dapat dipenuhi oleh
konsumsi makanan di waktu lain. Sarapan bahkan telah dianggap oleh berbagai
kelompok masyarakat sebagai waktu makan paling penting dalam sehari.
Kebanyakan orang tua maupun edukator cenderung menganggap sarapan sebagai
prasyarat keberhasilan proses belajar. Penelitian yang ada telah memberikan
fakta bahwa sarapan memang memiliki dampak yang positif baik terhadap
kewaspadaan, kemampuan kognitif, kualitas belajar maupun performa akademik.
Sarapan juga memberikan dampak positif pada status nutrisi. Beberapa peneliti
melaporkan bahwa pola sarapan yang tidak teratur berkaitan erat dengan kejadian
berat badan lebih, obesitas, serta pola perilaku yang tidak sehat.
Meskipun banyak penelitian dalam kurun waktu lebih dari lim apuluh tahun telah
menunjukkan berbagai manfaat sarapan, namun studi observasional di banyak
tempat menemukan adanya kecenderungan perilaku meniadakan sarapan di kalangan
anak dan remaja. Padahal, pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi
belajarnya antara lain kebiasaan sarapan.
Prestasi belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa dalam usaha belajar
yang telah dilakukan. Prestasi belajar biasanya dinyatakan dalam
bentuk nilai atau indeks prestasi dari hasil pengukuran prestasi belajar siswa
(Widyastuti, dkk, 2008). Faktor yang mempengaruhi prestasi belajar yaitu faktor
internal meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Faktor eksternal
meliputi lingkungan sosial dan lingkungan non-sosial. Faktor pendekatan belajar
meliputi strategi dan metode pembelajaran. Faktor asupan zat gizi dan status
gizi termasuk dalam aspek fisiologi (Syah, 2010).
Prestasi belajar merupakan gambaran keberhasilan murid dalam belajar. Faktor
kesehatan yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak terkait dengan tingkat
konsumsi pangan dan pola makan anak yang dapat mempengaruhi kecukupan zat
gizinya. (Almatsier, 2009). Pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi
prestasi belajarnya antara lain kebiasaan sarapan. Sarapan dengan gizi
seimbang, sangat penting dalam hal pemenuhan kebutuhan energi anak sebelum
melakukan aktivitasnya di sekolah. (Sintha, 2001).
Kekurangan gizi pada anak dan remaja akan berdampak pada aktifitas siswa di
sekolah seperti lesu, mudah letih, lelah, terhambatnya pertumbuhan, kurang gizi
pada masa dewasa dan menurunya prestasi belajar di sekolah (Elnovriza, 2008).
Status gizi dapat mempengaruhi tingkat kecerdasan dan kemampuan siswa dalam
menangkap pelajaran di sekolah. Rendahnya status gizi anak akan membawa dampak
negatif pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Belum sepenuhnya
konklusif, namun diyakini bahwa kurang gizi kronis berhubungan erat dengan
pencapaian akademik murid sekolah yang semakin rendah. Anak-anak yang pendek
karena kurang gizi ternyata lebih banyak yang terlambat masuk sekolah, lebih
sering absen, dan tidak naik kelas (Khomsan, 2012).
Banyak penelitian menunjukan bahwa status gizi anak sekolah yang baik akan
menghasilkan derajat kesehatan yang baik dan tingkat kecerdasannya yang baik
pula. Sebaliknya, status gizi yang buruk menghasilkan derajat kesehatan yang
buruk, mudah terserang penyakit, dan tingkat kecerdasan yang kurang
sehingga prestasi anak di sekolah juga kurang (Devi, 2012). Status gizi
seorang anak yang kurang baik biasanya juga disebabkan oleh karakter dan
kebiasaan makan anak. Konsumsi makanan salah satunya didapatkan dari
asupan gizi di pagi hari atau sarapan. Begitu pentingnya sarapan bagi
seseorang, apabila tidak sarapan akan menyebabkan tubuh lemah dan kurang
berkonsentrasi karena tidak ada suplai energi. Begitu pula untuk anak usia
sekolah yang sangat memerlukan asupan gizi pada pagi hari, dengan demikian anak
mampu berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran.
Faktor penyebab dari anak kesulitan belajar salah satunya yaitu anak merasa
lapar. Rasa lapar sangat mempengaruhi konsentrasi anak saat belajar di dalam
kelas. Anak yang lapar kurang mampu berkonsentrasi pada saat proses
pembelajaran berlangsung, hal tersebut dikarenakan anak cenderung menginginkan
proses belajar mengajar cepat selesai, dan ingin segera istirahat. Berbeda
dengan anak yang sudah sarapan. Anak yang sudah sarapan cenderung lebih tenang
dan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, hal tersebut dikarenakan
energi yang dimiliki anak cukup untuk menunjang proses pembelajaran, yang mana
energi tersebut diperoleh dari sarapan. Dengan demikian pemberian sarapan
sangat mempengaruhi konsentrasi belajar anak, sedangkan konsentrasi anak dalam
belajar juga berpengaruh pada hasil belajar yang didapatkan anak.
DISKUSI
Pendidikan dan kesehatan dua hal yang saling berhubungan. Tingkat
Pendidikan dapat mempengaruhi perilaku kesehatan seseorang melalui
perubahan pengetahuannya. Pendidikan yang rendah juga merupakan salah
satu penyebab rendahnya derajat kesehatan masyarakat, serta menurunnya
kualitas sumber daya manusia Indonesia (Surya, 2003).
Anak sekolah atau peserta didik perlu mendapat perhatian yang
sungguh-sungguh karena berada pada masa
pertumbuhan yang cepat dan aktif. Data Riskesdas
tahun 2010, sekitar 70% anak sekolah
kurang mendapat asumsi energi yang dibutuhkan. Anak sekolah
juga mengkonsumsi protein kurang dari yang
dibutuhkan. Persentase kurang protein kira-kira 80%.
Asupan gizi yang kurang mengakibatkan penyerapan
ilmu selama sekolah tidak maksimal. susah
konsentrasi, cenderung malas, sering menguap, dan
tidak kreatif mencari pemecahan masalah (Sediaoetama, 2006). Anak
sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental
membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap
harinya. Dengan stamina yang selalu fit tersebut
maka mereka akan memperoleh prestasi belajar
yang baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
diperlukan usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan dan gizi yang
seimbang dan berkualitas yaitu dengan pengaturan makanan yang baik salah
satunya adalah membiasakan anak untuk sarapan sebelum mengikuti aktifitasnya
pada pagi hari (Sintha, 2001).
Terdapat dua manfaat yang bisa diambil dari kebiasaan makan
pagi. Pertama, sarapan dapat menyediakan
karbohidrat yang siap digunakan untuk
meningkatkan kadar gula darah. Kadar gula
darah yang terjamin normal, maka gairah dan
konsentrasi belajar bisa lebih baik sehingga
berdampak positif untuk meningkatkan produktifitas
dalam hal ini adalah prestasi belajar.
Kedua, pada dasarnya makan pagi akan memberikan
kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh
seperti protein, lemak, vitamin dan mineral.
Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk
berfungsinya proses fisiologis tubuh. Melewatkan
makan pagi akan menyebabkan tubuh kekurangan
glukosa dan hal ini menyebabkan tubuh lemah
dan kurang konsentrasi karena tidak adanya
suplai energi. Keadaan tubuh yang tidak
siap saat menerima pelajaran maka kemampuan
siswa untuk memahami seluruh materi yang disajikan
akan menurun juga dan sebagai dampak dari semua
itu adalah menurunnya prestasi belajar siswa
(Sintha, 2001).
Menurut para ahli gizi, sedikitnya 20-30%
total zat gizi tubuh harus di penuhi
saat sarapan. Karena itu, sebaiknya anak-anak dibujuk
untuk membiasakan diri untuk sarapan. Penelitian
tersebut menunjukkan, bahwa makan pagi
bukanlah sekedar untuk mengenyangkan perut selama
belajar di sekolah, tetapi lebih dari yaitu
agar anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik
agar mendukung prestasi belajarnya.
Sarapan berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama
daya ingat peserta didik. Kebiasaan sarapan
ini sangat perlu untuk dilakukan. Tidak
adanya rasa lapar yang siswa miliki
ini akan membuat siswa lebih fokus terhadap
materi yang diberikan oleh guru-guru, dapat
memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik tentang pelajaran. Lebih
lanjut siswa juga memiliki nilai yang
baik ketika ujian karena melakukan aktifitas
sarapan pagi setiap harinya.
Kekurangan energi yang berasal dari makanan
menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk
bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas, orang
menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja
dan prestasi belajar menurun. Kurang gizi
pada usia muda dapat berpengaruh terhadap
perkembangan mental, dengan demikian kemampuan berpikir menurun
(Almatsier, 2009).
Banyaknya peserta didik yang memiliki tingkat asupan energi
yang kurang dapat disebabkan oleh berbagai
hal seperti pengetahuan gizi orang tua
mereka yang rendah, sehingga orang tua terkadang
memberikan makanan yang salah terhadap anaknya. Selain
itu faktor ekonomi dan ketersediaan bahan
pangan di dalam keluarga juga dapat
menyebabkan hal ini. Menurut Riyadi (2006),
dengan kekurangan gizi anak dapat mengalami
keterlambatan dalam pertumbuhan fisik dan
perkembangan motorik, juga akan mengganggu
perkembangan kognitif yang menyebabkan berkurangnya IQ (intelligence
quotient) hingga 15 poin.
Berdasarkan jawaban peserta didik yang tidak terbiasa makan
pagi mengatakan bahwa pada umumnya mereka
tidak makan sebelum berangkat ke sekolah disebabkan karena mereka sering
terlambat bangun pagi, sehingga tidak sempat
sarapan karena takut terlambat ke sekolah.
Selain itu, ada juga siswa yang tidak
makan disebabkan oleh ibunya yang memang
tidak menyiapkan makanan di pagi hari yang
disebabkan oleh kebiasaan keluarga tersebut yang memang
tidak biasa sarapan. Ada juga ibu dari siswa yang
telah menyiapkan sarapan, tetapi siswanya sendiri
yang malas atau tidak suka makan pagi.
Beberapa siswa juga yang tidak melakukan
aktifitas makan pagi tetap tidak diberikan
uang untuk jajan di sekolah karena alasan
ekonomi, orang tua mereka tidak memiliki
tambahan uang untuk memberikan uang jajan pada anaknya.
Siswa yang tidak makan pagi justru lebih
sering mengkonsumsi jajanan yang bersifat manis
seperti permen, coklat dan lain-lain. Hal
ini membuat siswa dapat menunda lapar untuk
sementara dan bahkan dapat menjadi alasan
untuk menunda jadwal makan berikutnya
(makan siang). Akibatnya anak justru menjadi lebih mudah
loyo. Kondisi yang tidak optimal menyebabkan anak menjadi malas untuk
memperhatikan pelajaran yang diberikan oleh guru mereka
(Sintha, 2001).
Adapun konsep makan pagi yang mengacu pada
gizi seimbang dapat dipenuhi dengan pemberian makanan sebagai
berikut:
a. Sumber
karbohidrat seperti nasi, roti, makaroni, kentang, tepung beras, tepung
maizena, tepung kacang hijau, jagung, singkong dan ubi.
b. Sumber
protein yaitu susu, daging, ikan, ayam, hati, tahu, tempe, keju, kacang hijau,
dan lain-lain.
c.
Sumber vitamin dan mineral yaitu dari
sayuran seperti wortel, bayam, kangkung, labu
siam, buncis, buah-buahan misalnya pepaya, jambu
biji, air jeruk, melon, alpukat, dan lain-lain. (Depkes RI,
2001).
Status gizi yang baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup
zat-zat gizi yang digunakan secara efisien,
sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan
otak, kemampuan kerja dan kesehatan pada
tingkat tinggi. Gizi erat kaitannya dengan
kesehatan tubuh, yaitu menyediakan energi,
membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta
mengatur proses-proses kehidupan dalam tubuh (Sunita
Almatsier, 2006). Menu seimbang atau pola 4 sehat 5 sempurna
terdiri dari makanan pokok yang memberi rasa kenyang dan sebagai sumber energi,
lauk sebagai pemberi rasa nikmat dan sumber protein
bagi tubuh, sayuran untuk memberi rasa segar
dan melancarkan proses menelan makanan, sayur
sebagai sumber mineral dan vitamin, buah
sebagai pencuci mulut dengan memiliki kandungan
vitamin dan mineral; dan susu sebagai
penutup dengan kandungan protein hewani yang bernilai biologi
tinggi dan zat-zat gizi esensial lain dalam bentuk yang mudah
dicerna dan diserap tubuh (Sunita Almatsier,
2006). Terpenuhinya gizi yang baik, memungkinkan
seseorang memiliki derajat status gizi yang
baik, secara langsung dapat menunjang faktor internal yang
mempengaruhi prestasi belajar peserta didik.
KESIMPULAN
Pola makan anak yang juga dapat mempengaruhi prestasi belajarnya antara lain
kebiasaan sarapan. Sarapan dengan gizi seimbang, sangat penting dalam hal
pemenuhan kebutuhan energi anak sebelum melakukan
aktivitasnya di sekolah.
Begitu pentingnya sarapan bagi seseorang, apabila tidak
sarapan akan menyebabkan tubuh lemah dan kurang
berkonsentrasi karena tidak ada suplai
energi. Begitu pula untuk peserta didik yang sangat memerlukan
asupan gizi di pagi hari, dengan demikian peserta didik mampu
berkonsentrasi pada saat proses pembelajaran.
Faktor penyebab dari anak kesulitan belajar salah satunya yaitu anak merasa
lapar. Rasa lapar sangat mempengaruhi konsentrasi anak saat belajar di dalam
kelas. Anak yang lapar kurang mampu berkonsentrasi pada saat proses
pembelajaran berlangsung, hal tersebut dikarenakan anak cenderung menginginkan
proses belajar mengajar cepat selesai, dan ingin segera istirahat. Berbeda
dengan anak yang sudah sarapan. Anak yang sudah sarapan cenderung lebih tenang
dan mampu mengikuti proses pembelajaran dengan baik, hal tersebut dikarenakan
energi yang dimiliki anak cukup untuk menunjang proses pembelajaran, yang mana
energi tersebut diperoleh dari sarapan.
Kekurangan energi yang berasal dari makanan
menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk
bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas, orang
menjadi malas, merasa lemah, produktivitas kerja
dan prestasi belajar menurun. Melewatkan sarapan akan
menyebabkan tubuh kekurangan glukosa dan hal ini
menyebabkan tubuh lemah dan kurang konsentrasi
karena tidak adanya suplai energi. Keadaan
tubuh yang tidak siap saat menerima
pelajaran maka kemampuan siswa untuk memahami
seluruh materi yang disajikan akan menurun juga
dan sebagai dampak dari semua itu adalah
menurunnya prestasi belajar siswa.
Anak sekolah yang sedang dalam masa pertumbuhan, perkembangan fisik dan mental
membutuhkan stamina fit selama mengikuti kegiatan yang dilakukan setiap
harinya. Dengan stamina yang selalu fit tersebut
maka mereka akan memperoleh prestasi belajar
yang baik. Untuk mewujudkan tujuan tersebut
diperlukan usaha untuk mencukupi kebutuhan pangan
dan gizi yang seimbang dan berkualitas yaitu
dengan pengaturan makanan yang baik salah satunya
adalah membiasakan anak untuk sarapan sebelum mengikuti aktifitasnya
pada pagi hari.
DAFTAR
RUJUKAN
Almatsier,
Sunita. 2006. Prinsip Dasar ilmu gizi. Jakarata
: Gramedia Pustaka
Utama.
Almatsier,
Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC.
Devi,
N. 2012. Gizi Anak Sekolah. Jakarta : Kompas.
Elnovriza,
Deni, Rina dkk. 2008. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan
Tingkat Asupan Gizi Mahasiswa Universitas
Andalas Yang Bedomisili Di
Asrama Mahasiswa.
Riset. UNAND.
Khomsan, A.
2012. Ekologi Masalah Gizi, Pangan, dan
Kemiskinan. Bandung :
Alfabeta.
Muhibbin,
Syah. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung :
PT. Remaja
Rosdakarya.
Riyadi.
2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga.
Jakarta : Universitas
Terbuka.
Sediaoetama.
2006. Ilmu Gizi Untuk Profesi dan Mahasiswa. Jakarta :
Dian Rakyat.
Sintha,
R. 2001. Sehat Pangkal Cerdas. Kompas. Jakarta.
Surya,
M. 2003. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.
Cetakan 3. Bandung :
Yayasan Bhakti
Winaya.
Waluyo,
Kusno. 2010. Memahami Gizi untuk Bayi dan Anak. Bandung : Puri
Delco.
Widyastuti
dan Kuswardani. 2008. Hubungan Antara Harga
Diri Dan Prestasi
Belajar Fisika Pada Siswa STM.
Psikohumanika, 1(1), 22-29. Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas Setia Budi.
0 comments:
Post a Comment